Header AD

Sejarah Islam di Timor Leste: Dari Arab hingga Samudera Pasai


Dahulu kala, sebelum mentari kemerdekaan menyinari bumi Lorosae, Timor Leste adalah bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, takdir sejarah membawa perubahan, dan pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste secara resmi berdiri sebagai negara berdaulat. Semula dikenal dengan nama Timor Timur, bangsa ini kemudian memilih nama Portugisnya, Timor Leste, sebagai identitas barunya di panggung internasional setelah bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Di tengah lanskap budaya yang didominasi oleh keyakinan Nasrani, warisan Islam di Timor Leste menyimpan kisah yang menarik. Meskipun umat Islam menjadi minoritas, jejak dakwah dan perhatian terhadap komunitas ini terasa kuat, terutama pada masa integrasi dengan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa wilayah yang kini dikenal sebagai Timor Leste, bersama sebagian Nusa Tenggara Timur lainnya, memiliki mayoritas penduduk beragama Nasrani. Pengaruh kolonialisme Portugis yang berlangsung cukup lama menjadi faktor utama dominasi tersebut, seiring dengan misi penyebaran agama Nasrani yang mereka emban di tanah jajahan.

Ironisnya, kedatangan Islam di wilayah ini diperkirakan jauh lebih awal dibandingkan dengan datangnya bangsa Eropa. Namun, gelombang pengaruh Nasrani yang dibawa oleh Portugis dengan semangat "Gospel/3G" mereka perlahan mengikis dominasi Islam yang telah berakar sebelumnya.

Jejak masuknya Islam ke belantara Asia Tenggara terukir melalui berbagai jalur, dan perdagangan menjadi salah satu yang paling signifikan. Pesisir-pesisir menjadi titik awal penyebaran Islam, berfungsi sebagai pelabuhan singgah para niagawan yang membawa serta nilai-nilai dan ajaran Islam dalam setiap transaksi dan interaksi mereka.

Sayangnya, catatan sejarah yang pasti mengenai kapan tepatnya Islam menjejakkan kaki di tanah yang pernah menjadi provinsi ke-27 Indonesia ini masih samar. Namun, setidaknya lima pandangan berbeda dari para ahli mencoba menguak misteri kedatangan Islam di Timor Leste.

Pendapat pertama meyakini bahwa Islam tiba di Timor Leste seiring dengan meluasnya pengaruh Islam di Nusantara. Jalur penyebaran dari Kerajaan Samudra Pasai hingga ke wilayah timur Indonesia, dan kemudian mencapai Timor Leste, menjadi dasar argumen ini.

Pandangan kedua datang dari penduduk asli Timor Leste sendiri, yang memiliki keyakinan bahwa Islam hadir jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa dan agama lainnya. Mereka berpendapat bahwa Islam adalah agama pertama yang dikenal di Timor Leste, dibawa oleh para pendatang yang tiba jauh sebelum penjajah Portugis menginjakkan kaki di tanah mereka.

Pendapat ketiga menghubungkan kedatangan Islam di Timor Leste dengan gelombang kedatangan pedagang Hadramaut ke Indonesia. Meskipun awalnya para pedagang ini tidak menetap, mereka mulai membangun komunitas di Dili pada awal abad ke-17 Masehi. Sejumlah sumber meyakini bahwa Habib Umar Muhdhar adalah pedagang Hadramaut pertama yang memilih Dili sebagai tempat tinggalnya.

Pandangan keempat menawarkan perspektif yang berbeda, menyatakan bahwa Islam masuk ke Timor Leste bersamaan dengan kedatangan para pedagang Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda. Dalam pelayaran mereka menuju Indonesia dan wilayah Asia Pasifik lainnya, para pedagang Arab menjalin hubungan dengan para pedagang Eropa, dan melalui interaksi inilah Islam diperkenalkan di Timor Leste melalui jalur Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku.

Pendapat kelima berasal dari cerita turun-temurun keturunan Arab di Timor Leste. Leluhur mereka mengisahkan bahwa para pedagang Arab telah tiba di tanah Timor Dili sejak awal permulaan Islam di Jazirah Arab. Menurut informasi dari masyarakat setempat dan kalangan keturunan Arab Hadramaut, kedatangan para pedagang ini mendahului bangsa Portugis, Belanda, Jepang, Australia, dan Cina. Umat Islam di wilayah Dili diyakini sebagai bagian dari tokoh-tokoh sejarah yang berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut.
Di era modern Timor Leste, Central Islamic Council of Timor Leste (CENCISTIL) hadir sebagai representasi umat Islam.

Organisasi ini memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah dalam mengurus berbagai kepentingan umat Islam di negara tersebut. Sejak awal pendiriannya, CENCISTIL sempat menerima subsidi dari pemerintah, meskipun aliran dana tersebut terhenti sejak tahun 2009.

Dalam menjaga keamanan dan ketertiban, aparat keamanan negara seperti polisi dan intelijen menjalin kerja sama dengan CENCISTIL untuk mencegah potensi gangguan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah juga menunjukkan perhatian dalam hal pembangunan rumah ibadah, seperti membantu mengawasi pro dan kontra pembangunan gedung TPA di Maliana.

Presiden dan Wakil Perdana Menteri Republik Demokratik Timor Leste memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan umat Islam di negara mereka, terutama dalam aspek sosial. Melalui konstitusi negara, tepatnya pasal 12 dan 45, kebebasan beragama di Timor Leste dijamin sepenuhnya. Selain itu, pemerintah juga menghormati umat Islam dengan menetapkan hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari libur nasional. Perjuangan untuk menjadikan Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, dan 1 Muharram sebagai hari libur nasional, serta memberikan waktu istirahat bagi pekerja Muslim pada hari Jumat untuk melaksanakan shalat Jumat, masih terus berlanjut.

Perkembangan jumlah mualaf di Timor Leste pada tahun 2011 mencatatkan angka yang cukup signifikan, yaitu penambahan sekitar 500 orang. Angka ini patut diperhatikan mengingat keterbatasan jumlah tenaga dakwah, alim ulama, dan ustadz yang memberikan pembinaan kepada para mualaf. Meskipun demikian, lembaga-lembaga keislaman dan para ahli agama di Timor Leste terus berupaya menyebarkan ajaran Islam melalui berbagai kegiatan sosial yang dikoordinasi oleh CENCISTIL. Selain itu, pembangunan dan pengembangan sekolah-sekolah serta sarana belajar berbasis Islam terus diupayakan demi menjaga eksistensi dan perkembangan Islam di negeri yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia ini.

Meskipun jumlahnya relatif kecil, umat Islam di Timor Leste tidak boleh dipandang sebelah mata. Dengan semangat yang membara, mereka terus berdakwah dan berusaha menegakkan syariat Islam di tengah status minoritas. Tantangan berat berupa keterbatasan fasilitas dan jumlah Muslim yang semakin berkurang tidak pernah memadamkan semangat mereka untuk menjalankan ajaran agama yang mereka yakini. Kisah umat Islam di Timor Leste adalah cerminan ketahanan, keyakinan, dan semangat untuk terus berjuang di tengah berbagai keterbatasan.

Sejarah Islam di Timor Leste: Dari Arab hingga Samudera Pasai Sejarah Islam di Timor Leste: Dari Arab hingga Samudera Pasai Reviewed by Admin2 on 11:29 PM Rating: 5

Post AD