Khalifah H.Muhammad Syukur Munthe: Parsulukan Thariqat Naqsabandiyah Setia Jadi, Labuhanbatu Utara
Dia kemudian menceritakan bahwa persulukan ini dibuka sejak tahun 1965. Sebelumnya dia berguru kepada Syech Ibrahim Dalimunthe dari Kota Pinang yang merupakan murid dari Syech Abdul Wahab Rokan atau Tuan Guru Besilam.
Tulisan itu menyambut kedatangan kami ke kompleks Thariqat Naqsabandiyah Setia Jadi, Kelurahan Damuli, Kecamatan Kualuh Selatan, Labuhanbatu Utara. Tidak ada kendaraan terlihat di sana , kami pun menghentikan kendaraan sebelum lebih jauh memasuki kawasan tersebut.
Di areal seluas sekira 3 hektar itu didominasi bangunan rumah panggung terbuat dari kayu yang sangat khas. Ada rumah panggung besar yang dikelilingi rumah-rumah lain yang berukuran lebih kecil. Di rumah panggung besar itulah berbagai aktifitas persulukan dilaksanakan secara rutin.
Kabarnya, tempat persulukan ini sering didatangi para pejabat ataupun para calon pejabat seperti calon kepala daerah. Kebanyakan mereka yang datang juga minta doa restu untuk menjadi pejabat.
Rumah panggung besar yang saya sebut tadi dibuat bersekat-sekat secara memanjang untuk membedakan fungsi setiap ruangan. Semua ruangan itu menyediakan banyak space dengan peralatan yang seadanya bahkan cenderung tidak ada.
Ruang pertama di dekat pintu masuk adalah ruang menerima tamu. Ada ambal khusus diletakkan mepet ke dinding di tengah ruangan. Di atas ambal itu ada gambar-gambar para tuan guru thariqat.
Ruang tamu ini connect dengan kamar mursyid pemimpin persulukan ini. Dialah Khalifah H.Muhammad Syukur Munthe, 76 (inzert)--warga setempat memanggilnya Khalifah Setia Jadi. Ruang selanjutnya adalah masjid yang di antarai oleh semacam teras di dalam rumah.
Kemudian secara berjejer ada ruang makan untuk pria dan ruang makan untuk perempuan serta ruang bertawajjuh yang berlantai tiga. Pada lantai pertama sisi Barat ruang ini ada pintu keluar yang menghubungkan dengan kamar atau tempat menginap para peserta suluk melalui jalur khusus yang diberi atap. Bangunan itu juga terbuat dari papan kayu.
Di ruang ini kelambu berjejer-jejer tempat istirahat para peserta suluk. Di sebelahnya ada ruang dapur tempat mereka memasak keperluan sendiri.
Di ruang tamu kami diterima Khalifah Syukur. Ia duduk diambal khusus yang saya ceritakan tadi. Mengenakan baju gamis putih dan sorban kota-kotak putih hitam dia berujar, ‘’Panggil saya nenek,’’ katanya kepada kami yang duduk berhadap-hadapan tepat di depannya. ‘’Di sini kami melakukan suluk panjang. Aktif terus,’’ katanya.
Dia kemudian menceritakan bahwa persulukan ini dibuka sejak tahun 1965. Sebelumnya dia berguru kepada Syech Ibrahim Dalimunthe dari Kota Pinang yang merupakan murid dari Syech Abdul Wahab Rokan atau Tuan Guru Besilam.
Puasa begini aktifitas sahur dan buka puasa selalu dilakukan bersama. ‘’Lebih 60 orang yang ikut berbuka dan sahur di sini,’’ kata. Selain itu, seperti biasa, mereka melakukan aktifitas tadarusan pagi dan malam hari.
Secara rutin pula, setiap Selasa para peserta suluk di sini melakukan khaltim di ruang khusus. Sedangkan tawajjuh dilakukan setiap selesai Shalat Shubuh, Shalat Ashar dan Shalat Isya. Isinya adalah zikir dan doa-doa yang di antaranya untuk menolak bala.
Iskandar Muda, 28, seorang putra Khalifah Syukur yang ikut menemani kami menjelaskan bahwa Ramadhan ini ada beberapa puluh orang yang bersuluk. Semuanya dalam pengawaskan langsung ayahnya.
Aktifitas peserta suluk adalah berzikir di ruangan khusus atau beristirahat di kelambu masing-masing. Mereka tidak boleh keluar atau melakukan aktitifitas lainnya. Semuanya secara ketat diawasi sang mursyid.
Ada sanksi bagi pelanggaran aturan. Tapi, halnya pelanggaran kendaraan yang memasuki wilayah tersebut, Khalifah Syukur hanya berujar,’’Tak apo-lah. Tapi begitulah adabnyo di sini,’’ katanya.
Meski demikian, kenyataannya hampir tidak ada pelanggaran “batas wilayah” kendaraan yang terjadi. Itu pula kiranya yang membuat sang khalifah memiliki kharisma dan dihargai. Setidaknya itu pula yang kami lihat langsung sebelum kami mengulaksila dari tempat itu.
Serombongan orang, pria dan perempuan datang berkunjung. Rupanya salah seorang di antara pria itu adalah calon kepala daerah sebentar lagi melakukan pemilihan di daerahnya. Benar saja. Mereka tampak sangat menghormati sang khalifah. Mereka juga minta doa restu supaya menang.
Tulisan itu menyambut kedatangan kami ke kompleks Thariqat Naqsabandiyah Setia Jadi, Kelurahan Damuli, Kecamatan Kualuh Selatan, Labuhanbatu Utara. Tidak ada kendaraan terlihat di sana , kami pun menghentikan kendaraan sebelum lebih jauh memasuki kawasan tersebut.
Di areal seluas sekira 3 hektar itu didominasi bangunan rumah panggung terbuat dari kayu yang sangat khas. Ada rumah panggung besar yang dikelilingi rumah-rumah lain yang berukuran lebih kecil. Di rumah panggung besar itulah berbagai aktifitas persulukan dilaksanakan secara rutin.
Kabarnya, tempat persulukan ini sering didatangi para pejabat ataupun para calon pejabat seperti calon kepala daerah. Kebanyakan mereka yang datang juga minta doa restu untuk menjadi pejabat.
Rumah panggung besar yang saya sebut tadi dibuat bersekat-sekat secara memanjang untuk membedakan fungsi setiap ruangan. Semua ruangan itu menyediakan banyak space dengan peralatan yang seadanya bahkan cenderung tidak ada.
Ruang pertama di dekat pintu masuk adalah ruang menerima tamu. Ada ambal khusus diletakkan mepet ke dinding di tengah ruangan. Di atas ambal itu ada gambar-gambar para tuan guru thariqat.
Ruang tamu ini connect dengan kamar mursyid pemimpin persulukan ini. Dialah Khalifah H.Muhammad Syukur Munthe, 76 (inzert)--warga setempat memanggilnya Khalifah Setia Jadi. Ruang selanjutnya adalah masjid yang di antarai oleh semacam teras di dalam rumah.
Kemudian secara berjejer ada ruang makan untuk pria dan ruang makan untuk perempuan serta ruang bertawajjuh yang berlantai tiga. Pada lantai pertama sisi Barat ruang ini ada pintu keluar yang menghubungkan dengan kamar atau tempat menginap para peserta suluk melalui jalur khusus yang diberi atap. Bangunan itu juga terbuat dari papan kayu.
Di ruang ini kelambu berjejer-jejer tempat istirahat para peserta suluk. Di sebelahnya ada ruang dapur tempat mereka memasak keperluan sendiri.
Di ruang tamu kami diterima Khalifah Syukur. Ia duduk diambal khusus yang saya ceritakan tadi. Mengenakan baju gamis putih dan sorban kota-kotak putih hitam dia berujar, ‘’Panggil saya nenek,’’ katanya kepada kami yang duduk berhadap-hadapan tepat di depannya. ‘’Di sini kami melakukan suluk panjang. Aktif terus,’’ katanya.
Dia kemudian menceritakan bahwa persulukan ini dibuka sejak tahun 1965. Sebelumnya dia berguru kepada Syech Ibrahim Dalimunthe dari Kota Pinang yang merupakan murid dari Syech Abdul Wahab Rokan atau Tuan Guru Besilam.
Puasa begini aktifitas sahur dan buka puasa selalu dilakukan bersama. ‘’Lebih 60 orang yang ikut berbuka dan sahur di sini,’’ kata. Selain itu, seperti biasa, mereka melakukan aktifitas tadarusan pagi dan malam hari.
Secara rutin pula, setiap Selasa para peserta suluk di sini melakukan khaltim di ruang khusus. Sedangkan tawajjuh dilakukan setiap selesai Shalat Shubuh, Shalat Ashar dan Shalat Isya. Isinya adalah zikir dan doa-doa yang di antaranya untuk menolak bala.
Iskandar Muda, 28, seorang putra Khalifah Syukur yang ikut menemani kami menjelaskan bahwa Ramadhan ini ada beberapa puluh orang yang bersuluk. Semuanya dalam pengawaskan langsung ayahnya.
Aktifitas peserta suluk adalah berzikir di ruangan khusus atau beristirahat di kelambu masing-masing. Mereka tidak boleh keluar atau melakukan aktitifitas lainnya. Semuanya secara ketat diawasi sang mursyid.
Ada sanksi bagi pelanggaran aturan. Tapi, halnya pelanggaran kendaraan yang memasuki wilayah tersebut, Khalifah Syukur hanya berujar,’’Tak apo-lah. Tapi begitulah adabnyo di sini,’’ katanya.
Meski demikian, kenyataannya hampir tidak ada pelanggaran “batas wilayah” kendaraan yang terjadi. Itu pula kiranya yang membuat sang khalifah memiliki kharisma dan dihargai. Setidaknya itu pula yang kami lihat langsung sebelum kami mengulaksila dari tempat itu.
Serombongan orang, pria dan perempuan datang berkunjung. Rupanya salah seorang di antara pria itu adalah calon kepala daerah sebentar lagi melakukan pemilihan di daerahnya. Benar saja. Mereka tampak sangat menghormati sang khalifah. Mereka juga minta doa restu supaya menang.
Khalifah H.Muhammad Syukur Munthe: Parsulukan Thariqat Naqsabandiyah Setia Jadi, Labuhanbatu Utara
Reviewed by marbun
on
12:59 AM
Rating:
Post a Comment