Header AD

Pesantren Gagas Sekolah Internasional

Kalangan pesantren dan eekolah menengah agama ternyata tak mau ketinggalan dari sejawatnya. Mulai tahun lalu, ada empat sekolah yang dijadikan proyek percontohan madrasah bertaraf internasional. Tiga di antaranya madrasah aliyah negeri (MAN), yakni MAN di Pare-pare (Sulawesi Selatan), Pekanbaru (Riau), dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Satu lagi sekolah swasta, Madrasah Aliyah Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.

Namun, baru pada Juli lalu Departemen Agama, sebagai si empunya proyek, meresmikan empat sekolah itu sebagai madrasah bertaraf internasional. Untuk itu, mereka mendapat Rp 700 juta per tahun selama lima tahun. Dana ini antara lain untuk membenahi infrastruktur dan fasilitas, serta untuk menyiapkan guru-gurunya. ”Pembenahan ini tak lain karena lulusan madrasah sering dipandang sebelah mata oleh pasar tenaga kerja,” kata M. Suparta, Sekretaris Pendidikan Islam Departemen Agama.

Tahun ini, belum ada madrasah yang mengikuti jejak empat sekolah tersebut. Memang tak mudah mengikuti tren yang lagi hangat di jagat pendidikan Indonesia ini. Yang paling sulit adalah menyediakan guru yang tidak hanya mampu berbahasa Inggris dengan baik, tapi juga harus bisa menjelaskan berbagai kerumitan ilmu dalam bahasa yang ditetapkan sebagai bahasa pengantar kelas bertaraf internasional itu.

Nurul Jadid, misalnya, harus mengimpor guru untuk kelas internasionalnya dari Universitas Negeri Jember dan Universitas Negeri Malang. Ternyata bukan itu saja kesulitannya. Kurikulumnya pun belum ada. Madrasah yang menjadi bagian dari Pondok Pesantren Nurul Jadid ini pun mencomot kurikulum Universitas Cambridge, Inggris. Kendati banyak susahnya, pengelola Nurul Jadid cukup bersemangat menjalankan program ini. ”Kami ingin siswa kami tak hanya mahir berbahasa Arab, tapi juga bahasa Inggris,” kata Malthuf Siraj, Kepala MA Nurul Jadid.

Sebagaimana tiga madrasah lain, pada tahap pertama, mereka baru membuka satu kelas internasional untuk satu tingkatan. Jika seluruh fasilitas sudah memadai, dan gurunya sudah mumpuni, nantinya seluruh sekolah akan bertaraf internasional. Tahun lalu, Nurul Jadid menerima 20 siswa yang diseleksi dari 681 pendaftar.

Biaya pendidikan untuk mereka pun berbeda. Para siswa harus membayar Rp 400 ribu per semester plus Rp 75 ribu per bulan untuk biaya pendidikan. Itu di luar uang iuran tetap (SPP) Rp 25 ribu per bulan dan untuk komite sekolah Rp 15 ribu, sekali selama pendidikan.

Meski terlihat mahal, hasilnya tampak jelas. Sunarsih, siswi kelas dua madrasah aliyah ini, misalnya, dulu tak punya keberanian berbicara bahasa Inggris. Pada Mei lalu, dia memboyong piala juara pertama lomba pidato dan debat dalam bahasa Inggris se-Jawa Timur. Sunarsih dan kawan-kawannya juga merintis majalah berbahasa Inggris. Bulan lalu, mereka berhasil menjadi juara harapan lomba majalah dinding berbahasa Inggris versi sebuah koran di Jawa Timur.

Sumber: Pesantrennet
Pesantren Gagas Sekolah Internasional Pesantren Gagas Sekolah Internasional Reviewed by marbun on 12:33 AM Rating: 5

Post AD