Header AD

Jihad Budaya Ala Eko Budihardjo

GAYENG SEMARANG
Jihad Budaya

KULANUWUN. Tatkala diminta sebagai pembicara tunggal dalam Forum Change Agents Bank Mandiri dengan tema "Corporate Culture", saya sampaikan tentang perlunya kita semua melakukan "Jihad Budaya". Jangan sampai kearifan lokal, pernik-pernik budaya setempat, kekhasan tradisional, pusaka budaya, semuanya jadi punah, hancur, lenyap terlanda arus Mc Donaldization atau Manhattanization.

Jihad Budaya itu serupa saja dengan sesuatu yang digagas oleh tokoh-tokoh Kongres Budaya Jawa atau Kongres Sastra Jawa. Jangan rela kebudayaan kita yang adiluhung itu dilindas oleh kebudayaan Barat. Kita mesti lawan dominasi kapitalis yang serbaserakah, serba mau menguasai, mengatur, menekan, mengerdilkan. Dalam majalah Newsweek edisi terakhir, Agustus 2006, diangkat isu pendidikan tinggi dengan judul "50 Best Universities in the World".

Barang tentu yang ditampilkan adalah universitas-universitas besar dari Amerika Serikat, Eropa dan Australia. Dari kawasan ASEAN hanya satu: National University of Singapore.

Kenapa begitu? Ya karena tolok ukurnya antara lain: berapa presentasi mahasiswa asing di universitas, berapa jumlah dosen asing, berapa tulisan di jurnal internasional.

Lo, bila itu yang dijadikan ukuran, tentu saja negara yang berbahasa internasional yang akan merajai, terutama dari Anglo Saxon alias Inggris dan Amerika Serikat. Menyusul Prancis, Jerman, Jepang, yang cukup kaya untuk membayar dosen asing dan memberi beasiswa kepada mahasiswa dari luar negaranya. Berarti curang kan mereka? Tidak adil, kan? Nah, kita mesti saiyeg saekapraya, bergandeng tangan, berusaha melawan ketidakadilan yang ditunjukkan oleh negara adidaya. Antara lain melalui jihad budaya, atau glocalization atau local globalism. Kita kembangkan keunikan lokal untuk dikemas dan ditawarkan ke pasar global. Wayang sudah diakui sebagai warisan budaya dunia. Pondok Pesantren Pabelan yang dibangun dengan bahan lokal dan digarap oleh tukang setempat telah memperoleh penghargaan internasional Aga Khan Award for Architecture.

Undip pun baru saja selesai membangun gedung Institut Obat Asli Indonesia, dengan bantuan Provinsi Jawa Tengah lewat Pak Mardiyanto yang baru saja memperoleh Bintang Mahaputera Utama dari Presiden. Jawa Tengah memang sedang berbahagia panen bintang. Puteri Indonesia 2006 dipegang Mbak Agni, wakil Jawa Tengah. Prof Satjipto dan Prof Muladi menyusul memperoleh Bintang Bhayangkara Utama. Jawa Tengah layak bersyukur.

***

KEBETULAN baru saja beberapa hari yang lalu saya memimpin Sidang Ujian Promosi Doktor menguji keandalan Mas Mahmutarom yang disertasinya mirip jihad budaya juga. Topik yang diungkap adalah Rekonstruksi Konsep Keadilan Mengacu pada Kaidah Agama Islam, Berdasar Semangat dan Jiwa Alquran. Pendekatan ta'aqquli (akal, rasional), dikombinasi dengan pendekatan ta'abbudi (ibadah moral). Keadilan formal-prosedural, mesti diperkaya dengan teologis-substansial. Orientasinya tak sekadar menghukum pelaku/tersangka, tetapi juga memberi jaminan kehidupan dan ganti kerugian bagi korban. Jadi lebih holistik, bukan either-or tetapi both-and. Serupa saja dengan nama promovendus yang sempat disoal oleh Prof Ahmad Rofiq selaku penguji. Nama Mahmutarom itu tak ada dalam kamus. Memang kalau nama Mahmud (terhormat) saja banyak. Begitu juga nama Muhtarom (terpuji) juga banyak. Tapi nama kombinasi Mahmutarom ini mungkin satu-satunya di dunia, dan artinya jadi sekaligus terhormat dan terpuji. Ya kenapa tidak? Ini yang namanya berpikir lateral ala Edward de Bono, atau berpikir nggiwar ala alamarhu Romo Mangun. Orang Jawa bilang nyebal, atau keluar dari pakem.

Saya pun lantas menimpali, sebagai orang Jawa yang diberi nama Eko, hampir semua orang mengira, atau bahkan meyakini bahwa saya anak pertama alias mbarep atau sulung. Padahal saya anak kedua. Soalnya Bapak saya almarhum memberi nama Eko kepada seluruh putra-putrinya. Alasan beliau: lahirnya satu demi satu, dan diharapkan bahwa seluruh anak beliau jadi nomor satu. Jadi kelaziman urutan anak dengan nama Eko-Dwi-Tri-Catur-Panca-Sad-Sapta, dan seterusnya sampai dengan Ragil, tidak diikuti, menyimpang dari kecenderungan.

Puisi mbelingnya ditulis Remy Sylado begini:

Yang menulis sastra namanya sastrawan/ Yang menulis drama namanya dramawan /Yang menulis warta namanya wartawan/ Yang belum ditulisi namanya . . . perawan. Lo kok jadi melenceng? Justru menariknya karena melenceng itulah.

***

UNTUK melakukan "jihad budaya", melawan ketidakadilan, diperlukan tokoh-tokoh dari kalangan ilmuwan, budayawan, agamawan, wartawan, mahasiswa dan lain-lain yang berani stand up, speak up, dan write up. Jangan mengidap keheningan akademik berlindung di bawah pepatah "Diam berarti emas".

Mari kita ciptakan pepatah-pepatah baru yang lebih konstektual, lebih tepat. Lebih bermakna. Misalnya "Bicara itu berlian". Dalam forum internasional dalam ajang diplomasi, karena berlian lebih berharga ketimbang emas, berarti bicara (sudah barang tentu yang bermutu, cerdas, bernilai) lebih berharga ketimbang sekadar diam seribu bahasa. Coba kita renung komentar Marissa Haque yang akan segera di-recall sebagai wakil rakyat: "Saya tidak mau lagi sebagai wakil rakyat yang hanya diam saja, senyum manis, titip tanda tangan, lantas dapat gaji Rp 35 juta per bulan". Harap mafhum, gaji serorang profesor doktor golongan tertinggi IV E hanya sekitar Rp 2,5 juta per bulan. Jadi satu bulan gaji wakil rakyat yang cukup lulusan SLTA, ternyata lebih besar dari yang diperoleh profesor senior selama setahun. Kalau Rendra pernah berteriak "Para pelacur bersatulah", mungkin sudah saatnya masyarakat berteriak "Guru dan dosen bersatulah."

Liding dongeng, mari kita bersama-sama melakukan jihad budaya untuk meluruskan kemencengan dan menegakkan keadilan yang lebih paripurna di segala bidang. Bila perlu dengan bersikap nggiwar. Manakala orang pintar minum tolak angin, orang lebih pintar mesti tolak minum angin.

Samanten rumiyin atur kula. Jenang sela wader kalen sesonderan, apuranta yen wonten lepat kawula. Kepareng, nuwun.
Jihad Budaya Ala Eko Budihardjo Jihad Budaya Ala Eko Budihardjo Reviewed by marbun on 12:33 AM Rating: 5

Post AD