Header AD

#RI71: #Nasionalisme Para #Kiai #Pesantren yang Selalu Membara

KBAA --  Ketika penulis diberi kesempatan wawancara dengan salah satu cucu Kiai Mas Mansyur Ndresmo, yakni Ibu nyai Fatimah Zahra binti Kiai Mas Muhajir ibn Kiai Mas Mansur, terdapat cerita yang cukup menarik kaitannya dengan rasa kebangsaan (baca; nasionalisme) kiai-kiai pesantren, khususnya kiai-kiai Ndresmo Surabaya. Bagaimanapun, kiai dan santri-santri Ndresmo dikenal dalam beberapa cerita rakyat kaitan keterlibatan mereka dalam mengusir penjajah di kota Surabaya, khususnya dalam merebut kemerdekaan, meskipun sedikit sekali coretan sejarah yang menulisnya.

Keterlibatan kiai-kiai Ndresmo dalam merebut kemerdekaan telah dikenal di lingkungan santri-santri Ndresmo. Bahkan, penulis melakukan lacakan tentang hal ini, menyimpulkan bahwa dari sekian kiai-kiai tersebut adalah Kiai Mas Mansur Ndresmo. Untuk itu, tulisan ini akan lebih fokus pada sosok Kiai Mas Mansur kaitan keterlibatannya dalam merebut kemerdekaan, serta keberadaannya sebagai pemicu bagi gerakan kiai-santri untuk melawan penjajah di kota Surabaya.

Kilasan sejarah menyebutkan; setelah Belanda takluk ditangan tentara Jepang, maka terjadi proses peralihan kekuasaan terhadap bumi Nusantara. Di mana, Jepang telah melanjutkan proses menjajah dan menjarah, sekalipun pada awalnya menggunakan pola-pola yang tidak keras sebagaimana dilakukan oleh tentara Belanda. Pendekatan kooperatif ini sengaja dilakukan untuk mencari simpati masyarakat Nusantara.

Namun, dalam perkembangannya, pendekatan ini dianggap kurang memberikan keuntungan kepada Jepang hingga akhirnya Jepang pada tahun 1942 melakukan proses ideologisasi terhadap penduduk lokal. Salah satu bentuknya adalah penerapan tradisi Seikerei, yakni tradisi memberikan penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan pada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) tepatnya setiap pukul 07.00 dengan membungkukkan badan.

Penerapan tradisi ini memantik pembangkangan dari para kiai-santri di seluruh Nusantara. Salah satu bentuk pembangkangan itu dilakukan oleh Kiai Hasyim Asy’ari Jombang dan Kiai Mas Mansur Ndresmo Surabaya. Penyebutan kedua tokoh ini penting dalam konteks tulisan ini setidaknya keduanya sama-sama tokoh pesantren di satu sisi dan keduanya juga akhirnya di penjara oleh tentara Jepang di Kalisosok Surabaya dalam satu sel di sisi yang berbeda.

Siksaan demi siksaan diterima oleh para pembangkang, termasuk dialami oleh Kiai Mas Mansur. Konon siksaan dilakukan oleh tentara Jepang kepada Kiai Mas Mansur dengan tidak memberikan makan selama enam bulan di sel penjara. Ini dilakukan sebagai bentuk komitmen Kiai Mas Mansur kepada bangsa (baca: Nasionalis). Dirinya meyakini bahwa tunduk kepada penjajah dengan mengikuti tradisi Seikerei berarti meng-iyakan terhadap kehadiran penjajah Jepang di negeri ini, apalagi dalam perspektif aqidah Islam ketertundukan kepada selain Allah SWT adalah dosa besar, untuk tidak mengatakan kufur.

Banyak tokoh-tokoh pesantren yang mencoba merayu agar Kiai Mas Mansur sedikit bersikap lunak, termasuk kiai-kiai se-Ndresmo Surabaya. Tapi, itulah tekad Kiai Mas Mansur, sekalipun ada riwayat yang menyebutkan bahwa Kiai Mas Mansur selama di penjara oleh tentang Jepang, tapi dirinya tetap mengisi rutinitas pengajian kitab kuning bersama para santri di pesantren yang dia asuhnya, yang sekarang dikenal dengan sebutan pondok pesantren Annajiyah.

More
#RI71: #Nasionalisme Para #Kiai #Pesantren yang Selalu Membara #RI71: #Nasionalisme Para #Kiai #Pesantren yang Selalu Membara Reviewed by Admin2 on 11:32 AM Rating: 5

Post AD