Enam Alumni Baru Lulus 'Mondok' dari Pusat Penelitian Mars Hawaii
KBAA -- Enam kru studi NASA yang dijadikan subyek penelitian dengan hidup di habitat mirip Mars, telah keluar dari isolasi pada 17 September 2017 -- setelah delapan bulan hidup dengan keterbatasan.
Sejak Januari 2017, kru tersebut ditempatkan di sebuah wilayah terpencil di Hawaii. Di sana, mereka hanya makan-makanan yang telah dikeringkan dan mengonsumi sayuran yang mereka tanam sendiri selama menjalankan misinya.
Selama delapan bulan, mereka ditempatkan di dataran luas di bawah puncak Mauna Loa, gunung berapi aktif terbesar di dunia. Di sana mereka mengenakan baju astronot dan melakukan perjalanan berkelompok setiap kali meninggalkan struktur kubah kecil.
Spesialis misi biologi, Joshua Ehrlich, menanam beragam sayuran segar selama menjalankan misinya.
"Wortel, paprika, pak choy, kol, sawi, lobak, tomat, kentang, peterseli, dan oregano, itu adalah hal yang fenomenal, rasanya segar dan enak," ujar Ehrlich seperti dikutip dari Washington Post, Senin (18/9/2017).
Seluruh komunikasi dengan dunia luar pun diprogram mengalami penundaan selama 20 menit -- waktu yang dibutuhkan untuk mengirim sinyal dari Mars ke Bumi.
Para kru di sana bertugas melakukan survei geologi, memetakan wilayah, dan memelihara habitat mereka seolah-olah sedang berada di Mars.
Spesialis misi teknologi informasi, Laura Lark, menilai bahwa misi berawak ke Mars adalah tujuan yang masuk akal untuk NASA.
Proyek tersebut merupakan yang kelima dalam rangkaian enam studi yang didanai NASA di fasilitas University of Hawaii yang disebut Hawaii Space Exploration Analog and Simulation (Hi-SEAS). NASA telah menggelontorkan sekitar US$ 2,5 untuk penelitian di fasilitas tersebut.
"Sungguh sangat menyenangkan untuk mengetahui bahwa pengetahuan yang didapat dari misi kami dan misi lain yang telah dilakukan HI_SEAS akan berkontribusi pada penjelajahan Mars dan eksplorasi angkasa luar secara umum," ujar seorang science officer, Samule Paylor.
Menguji Kondisi Psikologi Astronot
Kru yang terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan itu, merupakan bagian dari studi yang dirancang untuk memahami dampak psikologi yang dirasakan astronot saat menjalankan misi jangka panjang.
Para kru memainkan permainan yang dirancang untuk mengukur tingkat kompabilitas dan stres. Mereka pun harus terus mencatat bagaimana perasaannya.
Untuk mengukur suasana hati, digunakan juga sensor yang dirancang khusus untuk mengukur tingkat suara dan jarak dengan kru lain di ruangan seluas 111 meter persegi.
Menurut seorang profesor dari University of Hawaii, Kim Binsted, perangkat tersebut bisa merasakan jika seseorang sedang menghindari satu sama lain.
"Kami telah belajar, bahwa meski berada dalam satu tim terbaik, konflik akan terjadi," kata Binsted.
"Jadi yang sangat penting adalah memiliki kru, baik sebagai individu atau kelompok, yang benar-benar tangguh dan dapat berdamai dari sebuah konflik," imbuh dia.
Studi tersebut juga menguji cara untuk membantu kru mengatasi stres. Ketika telah kewalahan, mereka dapat menggunakan perangkat virtual reality untuk merasakan sensasi berada di pantai atau tempat familiar lainnya.
Data yang dihasilkan dari studi tersebut akan membantu NASA memilih individu dan kelompok dengan campuran sifat yang tepat. Hal itu dilakukan untuk mengatasi stres, isolasi, dan bahaya perjalanan ke Mars yang membutuhkan dua sampai tiga tahun.
NASA berharap dapat mengirim manusia untuk menjejakkan kaki di sana sekitar tahun 2030-an. (sumber)
Lihat: Yayasan Mahmun Syarif Marbun
Sejak Januari 2017, kru tersebut ditempatkan di sebuah wilayah terpencil di Hawaii. Di sana, mereka hanya makan-makanan yang telah dikeringkan dan mengonsumi sayuran yang mereka tanam sendiri selama menjalankan misinya.
Selama delapan bulan, mereka ditempatkan di dataran luas di bawah puncak Mauna Loa, gunung berapi aktif terbesar di dunia. Di sana mereka mengenakan baju astronot dan melakukan perjalanan berkelompok setiap kali meninggalkan struktur kubah kecil.
Spesialis misi biologi, Joshua Ehrlich, menanam beragam sayuran segar selama menjalankan misinya.
"Wortel, paprika, pak choy, kol, sawi, lobak, tomat, kentang, peterseli, dan oregano, itu adalah hal yang fenomenal, rasanya segar dan enak," ujar Ehrlich seperti dikutip dari Washington Post, Senin (18/9/2017).
Seluruh komunikasi dengan dunia luar pun diprogram mengalami penundaan selama 20 menit -- waktu yang dibutuhkan untuk mengirim sinyal dari Mars ke Bumi.
Para kru di sana bertugas melakukan survei geologi, memetakan wilayah, dan memelihara habitat mereka seolah-olah sedang berada di Mars.
Spesialis misi teknologi informasi, Laura Lark, menilai bahwa misi berawak ke Mars adalah tujuan yang masuk akal untuk NASA.
Proyek tersebut merupakan yang kelima dalam rangkaian enam studi yang didanai NASA di fasilitas University of Hawaii yang disebut Hawaii Space Exploration Analog and Simulation (Hi-SEAS). NASA telah menggelontorkan sekitar US$ 2,5 untuk penelitian di fasilitas tersebut.
"Sungguh sangat menyenangkan untuk mengetahui bahwa pengetahuan yang didapat dari misi kami dan misi lain yang telah dilakukan HI_SEAS akan berkontribusi pada penjelajahan Mars dan eksplorasi angkasa luar secara umum," ujar seorang science officer, Samule Paylor.
Menguji Kondisi Psikologi Astronot
Kru yang terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan itu, merupakan bagian dari studi yang dirancang untuk memahami dampak psikologi yang dirasakan astronot saat menjalankan misi jangka panjang.
Para kru memainkan permainan yang dirancang untuk mengukur tingkat kompabilitas dan stres. Mereka pun harus terus mencatat bagaimana perasaannya.
Untuk mengukur suasana hati, digunakan juga sensor yang dirancang khusus untuk mengukur tingkat suara dan jarak dengan kru lain di ruangan seluas 111 meter persegi.
Menurut seorang profesor dari University of Hawaii, Kim Binsted, perangkat tersebut bisa merasakan jika seseorang sedang menghindari satu sama lain.
"Kami telah belajar, bahwa meski berada dalam satu tim terbaik, konflik akan terjadi," kata Binsted.
"Jadi yang sangat penting adalah memiliki kru, baik sebagai individu atau kelompok, yang benar-benar tangguh dan dapat berdamai dari sebuah konflik," imbuh dia.
Studi tersebut juga menguji cara untuk membantu kru mengatasi stres. Ketika telah kewalahan, mereka dapat menggunakan perangkat virtual reality untuk merasakan sensasi berada di pantai atau tempat familiar lainnya.
Data yang dihasilkan dari studi tersebut akan membantu NASA memilih individu dan kelompok dengan campuran sifat yang tepat. Hal itu dilakukan untuk mengatasi stres, isolasi, dan bahaya perjalanan ke Mars yang membutuhkan dua sampai tiga tahun.
NASA berharap dapat mengirim manusia untuk menjejakkan kaki di sana sekitar tahun 2030-an. (sumber)
Lihat: Yayasan Mahmun Syarif Marbun
Enam Alumni Baru Lulus 'Mondok' dari Pusat Penelitian Mars Hawaii
Reviewed by Admin2
on
9:00 AM
Rating:
Post a Comment