Header AD

Pesantren Gulung Tikar: Menyoroti Kasus Cianjur

KBAA -- Pantas Kab. Cianjur dijuluki kota santri dan pabrik kiai. Di Jabar, kabupaten ini paling banyak memiliki pondok pesantren (pontren). Namun belakangan, ternyata tidak sedikit pula pesantren yang gulung tikar. Institusi pendidikan keagamaan ini ditinggalkan para santrinya. Tempat tinggal santri yang biasa disebut kobong pun bak bangunan tua.

Tengok saja Pontren Al Irfan, di Desa Peuteuycondong, Kec. Cibeber. Jumlah santri yang menimba ilmu di pontren ini terus menyusut hingga sekarang tak seorang santri pun yang masih bertahan. Kobongnya pun ibarat rumah hantu saja, tidak terawat lagi. Padahal, sebelumnya aktivitas santri di pontren yang diasuh K.H. Achyad ini sangat dinamis.

Nasib serupa dialami pontren lainnya. Pontren Gelar, Kec. Cibeber, yang dulu termasyhur di Cianjur kini kian meredup saja. Begitu pun pontren lainnya, seperti pontren Ciharashas, Kec. Cilaku atau pontren Darul Fallah, Desa Jambudipa, Kec. Warungkondang. Animo masyarakat untuk menjadi santri potren yang dulu terkenal itu kian turun. Malah ada pula yang kemudian pengasuh pontren menyengketakan lahan pontren.

Pengurus MUI Kab. Cianjur, Yosef Umar, menyebutkan, banyak permasalahan yang menyebabkan potren gulung tikar karena ditinggalkan santrinya. "Salah satu permasalahan yang paling mendasar yakni pontren bersangkutan tidak mengikuti perkembangan zaman," ungkap Yosep, di ruang kerjanya, Jumat (23/1).

Pontren bersangkutan, katanya, semata-mata mentransfer ilmu keagamaan, tidak mengikuti kurikulum baku, dan pengelolaannya bersifat tradisional. Dengan kondisi seperti ini pontren tidak memiliki legalitas formal dari negara, seperti madrasah ibtidaiah (MI) atau madrasah tsnawiah (MTs.), sehingga tidak menarik minat masyarakat menimba ilmu di pontren ini.

Saat ini urusan legalitas sangat penting. Lulusan apa seseorang menjadi gengsi tersendiri dan harus dibuktikan secara legal. Konsekuensinya jika ada institusi pendidikan tanpa legalitas dengan sendirinya tidak bakal diminati warga. Malah sekarang, menurut dia, urusannya lebih pragmatis lagi. Orang akan mempertimbangkan bakal bagaimana nanti menyangkut kehidupan materinya setelah menimba ilmu di sebuah institusi pendidikan, seperti pesantren.

Oleh karena itu, di samping aspek legalitas dan membangun integritas moral keagamaan santri, pontren harus berorientasi pasar kerja. Artinya, terang Yosef, pascapendidikan di pontren, para santri memiliki lahan hidup, bukannya menambah jumlah penangguran. Dengan sosok seperti ini menjadikan pontren memiliki daya tarik besar di tengah-tengah masyarakat.

Program pengembangan Tempat Praktik Kegiatan Usaha (TPKU) dan Tempat Pelatihan Usaha Santri (TPUS) yang digulirkan Menteri Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali bagi 470 pontren di Jabar ini sangat strategis. Program yang masing-masing senilai Rp 200 juta hingga Rp 250 juta ini, di antaranya untuk pontren di Cianjur, tuturnya, akan membangun posisi tawar pesantren di tengah-tengah masyarakat yang merindukan lapangan kerja seusai mengikuti pendidikan di pontren.

Para santri tidak sekadar mengikuti pendidikan resmi, mereka pun akan dilatih keterampilan usaha, baik di sektor pertanian, perikanan, atau sektor lainnya yang bisa mendatangkan uang. "Dengan memiliki keterampilan, mereka bisa membuka usaha untuk kelangsungan hidupnya," ujarnya.

Penyelenggaraan pendidikan nonkeagamaan, seperti keterampilan usaha di pontren, ucap Ketua Komisi IV DPRD Cianjur, K.H. Koko Abdul Qodir Rozi, merupakan inovasi yang bisa menarik minat masyarakat untuk menjadi santri. Kelak, santri bukan hanya sarat dengan ilmu keagamaan melainkan pandai atau terampil berusaha guna memenuhi kebutuhan materinya.

Perlunya adaptasi dan inovasi seperti pemberian keterampilan usaha, bagi pengasuh Pontren Al Barkah Warujajar Cianjur ini sebenarnya disadari para pengasuh pontren. Namun, mereka sering terbentur ketiadaan dana untuk penyelenggaran pendidikan keterampilan itu. Karena untuk pengadaan SDM, sarana, dan prasarana pelatihan dibutuhkan dana yang cukup besar.

"Jadi permasalahannya kembali pada ketiadaan dana untuk pengembangan pontren yang sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, instansi terkait, seperti Departemen Agama atau Dinas Pendidikan harus memedulikannya. Pontren modern yang sekarang banyak berdiri di Cianjur menyedot investasi yang sangat besar," kata Ustaz Koko, panggilan akrabnya, di ruang kerjanya, Kamis (22/1).

Saat ini jangankan untuk melakukan inovasi, sekadar melangsungkan pendidikan yang alakadarnya sekalipun, pontren dibelit kesulitan dana. Pengasuh pontren yang terdiri atas para kiai terpaksa pontang-panting untuk memenuhi kelangsungan hidup pontrennya sendiri. "Pontren itu kan didirikan oleh para kiai, bukan pengusaha," ujarnya.

Kondisi seperti ini kadang dimanfaatkan oknum untuk menjual proposal kebutuhan pontren walaupun pontrennya fiktif. Untuk mengatasi oknum yang mencoreng nama baik potren, Depag harus segera menertibkan potren yang ada di Cianjur. Depag harus mengetahui potren mana yang masih menyelenggarakan pendidikan dan mana yang tidak.

Jumlah pontren

Jumlah pontren versi data Depag Kab. Cianjur mengalami fluktuasi dalam tiga tahun terakhir ini. Pada 2004-2005 ada 344 pontren. Tahun 2005-2006 melonjak jadi 514 pontren, namun 2006-2007 turun lagi jadi 336 pontren, dan 2007-2008 bertambah lagi menjadi 438 pontren. Data ini teridentifikasi, ujar Kasi Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Depag Kab. Cianjur, Lisnawati.

Tapi berapa banyak pontren yang sekarang masih menyelenggarakan pendidikan, pihaknya tidak mengetahui persis, sekaitan belum pernah melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev). Pihaknya pun tidak mengetahui pontren mana yang dikucuri bantuan atau program dari pemerintah.

Sejatinya setiap pontren harus mengantongi izin operasional dan guna memiliki izin tersebut pontren bersangkutan harus memenuhi persyaratan, di antaranya, melaporkan aset pontren, jumlah santri, data kiai, yang diketahui oleh kepala desa, kecamatan, dan MUI. Sebelum izin terbit pun pihaknya akan melakukan survei.

Banyaknya pontren yang gulung tikar, imbuhnya, akibat pengelolaan yang kurang profesional. Para pengelola tidak mengikuti tuntutan zaman yang berarti melakukan pembaruan, baik pada pola pengajaran, manajemen, peningkatan SDM pengelola, maupun aspek lainnya termasuk tuntutan pasar kerja.
Pesantren Gulung Tikar: Menyoroti Kasus Cianjur Pesantren Gulung Tikar: Menyoroti Kasus Cianjur Reviewed by Admin2 on 1:04 PM Rating: 5

Post AD