Menanti wirausahawan dari pesantren
Menanti wirausahawan dari pesantren
Setelah hampir sepuluh tahun nyaris tak terdengar kiprahnya, Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkoppontren) menggelar rapat kerja nasional (rakernas) 14-16 Desember 2007.
Rakernas secara resmi dibuka Wapres M. Jusuf Kalla. Dalam kesempatan itu, Wapres berharap koperasi pondok pesantren bisa menjadi lembaga pendidikan kewirausahaan bagi santri.
Melalui koperasi, pesantren tidak hanya diharapkan melahirkan para kiai dan tokoh masyarakat, tapi juga pebisnis yang andal.
"Tugas utama kita ialah bagaimana mendorong munculnya entreprenur, dan pengusaha muda untuk bisa maju. Dengan begitu kegiatan ekonomi umat bisa berjalan lebih baik," kata Wapres.
Santri pengusaha inilah yang diharapkan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan hasil pembangunan. Menurut Wapres, pertumbuhan yang tinggi saja belum cukup, tapi harus dibarengi dengan pemerataan.
Inkopontren sebagai lembaga sekunder yang membawahi pusat koperasi pesantren (puskoppontren) diyakini memiliki banyak kekuatan, terutama modal sosial.
Kelahirannya di lingkungan pesantren sebagai pusat budaya dan moral memiliki nilai penting. Tidak hanya itu, koperasi ini adalah anak kandung pesantren yang dibidani sekaligus diasuh para kiai.
Koperasi ini juga membawa trade mark pesantren dengan para kiainya. "Justru yang saya takutkan pesantren jatuh gara-gara koperasi [yang tidak benar]. Ini harus profesional," ujar Thonthowi Djauhari Musaddad, Ketua Umum Inkoppontren periode 2007-2012.
Thonthowi terpilih menjadi Ketua Umum Inkopontren melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) pada 6-7 September 2007. Thonthowi adalah Pimpinan Pesantren Luhur Al-Wasilah, Tarogong, Garut.
"Saya tidak bermimpi untuk memimpin Inkoppontren. Saya hanya disuruh para kiai," ujarnya. Thonthowi menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadist, Universitas King Abdul Azis di Mekkah. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan S-2, Jurusan Tafsir Hadist, Ummul Qura Mekkah dan lulus pada 1993.
Meski jenjang pendidikan di bidang agama, kiai ini sukses memajukan lembaga ekonomi di pesantrennya, Koppontren Al-Wasilah. Tampaknya, ini menjadi salah satu pertimbangan tokoh asal Jabar ini dipercaya memimpin Inkoppontren.
"Kami mendambakan Inkoppontren sebagai badan usaha yang sehat dan profesional, sehingga mampu menjadi pemain ekonomi di kancah nasional maupun internasional," ujarnya.
Pasca-RAT, pengurus baru langsung melakukan analisis SWOT (strengness, weakness, opportunity and threatness). "Kami krisis sumber daya manusia dalam soal ini. Karena itu, setahun pertama kami akan benahi manajemen internal," ujar Nusron Wahid, Sekum Inkoppontren.
Dalam hal aset, pengelolaannya tak jelas. Pengurus baru tidak bisa mengungkapkan nilai aset koperasi itu. Alasannya, tidak ada laporan dari pengurus lama dan belum diaudit. Namun, hal itu tidak menghalangi pengurus untuk menyiapkan program bisnis.
Tiga bidang
Ada tiga bidang utama yang akan disasar dalam lima tahun mendatang. Pertama, bidang industri dan produksi, antara lain agroindustri dan kerajinan.
Kedua, bidang perdagangan dan jasa, mencakup ritel, apotek, distribusi dan pergudangan, jasa angkutan, jasa pendidikan dan penyaluran tenaga kerja terlatih.
Ketiga, bidang jasa layanan keuangan, di antaranya jasa simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro, serta lembaga penjaminan kredit bagi usaha kecil.
Menilik basis pelanggannya yang luas di kalangan pesantren, ditambah modal sosial, usaha itu merupakan peluang potensial.
Di Indonesia saat ini tercatat lebih dari 14.600 pesantren dengan ribuan santri. Ini merupakan potensi ekonomi sekaligus pasar. Hanya saja, sejauh ini tidak ada data jumlah kopontren yang pasti. "Inkoppontren nanti melakukan pendataan, termasuk potensinya. Menjadi pusat informasi adalah mendesak," ujar Thontowi.
Inkoppontren juga ditargetkan mampu dalam empat hal. Pertama, sebagai fasilitator bagi anggotanya dalam meningkatkan sumber daya manusia, melalui pelatihan dan akses informasi.
Kedua, mediator antara kebijakan pemerintah dan lembaga lain dengan kepentingan koperasi primer, seperti bantuan program dan permodalan.
Ketiga, menjadi katalisator pertumbuhan koppontren sebagai organisasi usaha agar mumpuni.
Keempat, membuat aturan main internal induk koperasi maupun dengan anggotanya, yakni puskoppontren, sehingga tercipta nilai tambah modal sosial maupun ekonomis.
Sebagai induk, koperasi ini memiliki dua status sekaligus, yakni sebagai sekunder yang membawahi oleh sejumlah badan hukum koperasi, serta primer yang melakukan aktivitas bisnis.
Namun, induk koperasi berbeda dengan organisasi masyarakat yang memiliki jalur komando (mutlak), sehingga manajemennya tidak bisa instruktif tapi harus dibangun untuk saling menguatkan.
Setiap koperasi memiliki anggaran dasar maupun anggaran rumah. Kepentingan ekonomi yang sama dan kebutuhan sinergi adalah faktor paling signifikan yang mengikat kongsi antarkoperasi itu. "Inkopontren akan menjadi semacam trade center milik koperasi pondok pesantren," ujar Thonthowi. Apalagi, tidak sedikit kopontren yang mampu unjuk gigi.
KSP Sido Giri misalnya, kini memiliki 50 cabang, dengan aset Rp98 miliar. Koperasi yang lahir di salah satu pondok pesantren tertua di Jatim ini berkembang secara mandiri, tanpa bantuan modal pemerintah.
Sementara itu, di desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Ponpes yang dipimpin KH Fuad Affandi berhasil membangun Koppontren Al Ittifaq yang menghasilkan 3,5 ton per hari.
Hasil budi daya santri dan warga sekitarnya ini pun mampu menembuh sejumlah pasar modern, seperti Hero, Makro, Giant, Yogya, Matahari dan Superindo.
"Utusan koperasi ini ikut dalam rakernas. Mereka mempresentasikan success story agar pengalamannya bisa dibagi ke peserta lain," ujar Ketua Panitia Rakernas Inkopontren Marsudi.
Harapannya, koppontren lain akan termotivasi membangun diri dan melahirkan santri entrepreneur.
Setelah hampir sepuluh tahun nyaris tak terdengar kiprahnya, Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkoppontren) menggelar rapat kerja nasional (rakernas) 14-16 Desember 2007.
Rakernas secara resmi dibuka Wapres M. Jusuf Kalla. Dalam kesempatan itu, Wapres berharap koperasi pondok pesantren bisa menjadi lembaga pendidikan kewirausahaan bagi santri.
Melalui koperasi, pesantren tidak hanya diharapkan melahirkan para kiai dan tokoh masyarakat, tapi juga pebisnis yang andal.
"Tugas utama kita ialah bagaimana mendorong munculnya entreprenur, dan pengusaha muda untuk bisa maju. Dengan begitu kegiatan ekonomi umat bisa berjalan lebih baik," kata Wapres.
Santri pengusaha inilah yang diharapkan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan hasil pembangunan. Menurut Wapres, pertumbuhan yang tinggi saja belum cukup, tapi harus dibarengi dengan pemerataan.
Inkopontren sebagai lembaga sekunder yang membawahi pusat koperasi pesantren (puskoppontren) diyakini memiliki banyak kekuatan, terutama modal sosial.
Kelahirannya di lingkungan pesantren sebagai pusat budaya dan moral memiliki nilai penting. Tidak hanya itu, koperasi ini adalah anak kandung pesantren yang dibidani sekaligus diasuh para kiai.
Koperasi ini juga membawa trade mark pesantren dengan para kiainya. "Justru yang saya takutkan pesantren jatuh gara-gara koperasi [yang tidak benar]. Ini harus profesional," ujar Thonthowi Djauhari Musaddad, Ketua Umum Inkoppontren periode 2007-2012.
Thonthowi terpilih menjadi Ketua Umum Inkopontren melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) pada 6-7 September 2007. Thonthowi adalah Pimpinan Pesantren Luhur Al-Wasilah, Tarogong, Garut.
"Saya tidak bermimpi untuk memimpin Inkoppontren. Saya hanya disuruh para kiai," ujarnya. Thonthowi menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Usuluddin, Jurusan Tafsir Hadist, Universitas King Abdul Azis di Mekkah. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan S-2, Jurusan Tafsir Hadist, Ummul Qura Mekkah dan lulus pada 1993.
Meski jenjang pendidikan di bidang agama, kiai ini sukses memajukan lembaga ekonomi di pesantrennya, Koppontren Al-Wasilah. Tampaknya, ini menjadi salah satu pertimbangan tokoh asal Jabar ini dipercaya memimpin Inkoppontren.
"Kami mendambakan Inkoppontren sebagai badan usaha yang sehat dan profesional, sehingga mampu menjadi pemain ekonomi di kancah nasional maupun internasional," ujarnya.
Pasca-RAT, pengurus baru langsung melakukan analisis SWOT (strengness, weakness, opportunity and threatness). "Kami krisis sumber daya manusia dalam soal ini. Karena itu, setahun pertama kami akan benahi manajemen internal," ujar Nusron Wahid, Sekum Inkoppontren.
Dalam hal aset, pengelolaannya tak jelas. Pengurus baru tidak bisa mengungkapkan nilai aset koperasi itu. Alasannya, tidak ada laporan dari pengurus lama dan belum diaudit. Namun, hal itu tidak menghalangi pengurus untuk menyiapkan program bisnis.
Tiga bidang
Ada tiga bidang utama yang akan disasar dalam lima tahun mendatang. Pertama, bidang industri dan produksi, antara lain agroindustri dan kerajinan.
Kedua, bidang perdagangan dan jasa, mencakup ritel, apotek, distribusi dan pergudangan, jasa angkutan, jasa pendidikan dan penyaluran tenaga kerja terlatih.
Ketiga, bidang jasa layanan keuangan, di antaranya jasa simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro, serta lembaga penjaminan kredit bagi usaha kecil.
Menilik basis pelanggannya yang luas di kalangan pesantren, ditambah modal sosial, usaha itu merupakan peluang potensial.
Di Indonesia saat ini tercatat lebih dari 14.600 pesantren dengan ribuan santri. Ini merupakan potensi ekonomi sekaligus pasar. Hanya saja, sejauh ini tidak ada data jumlah kopontren yang pasti. "Inkoppontren nanti melakukan pendataan, termasuk potensinya. Menjadi pusat informasi adalah mendesak," ujar Thontowi.
Inkoppontren juga ditargetkan mampu dalam empat hal. Pertama, sebagai fasilitator bagi anggotanya dalam meningkatkan sumber daya manusia, melalui pelatihan dan akses informasi.
Kedua, mediator antara kebijakan pemerintah dan lembaga lain dengan kepentingan koperasi primer, seperti bantuan program dan permodalan.
Ketiga, menjadi katalisator pertumbuhan koppontren sebagai organisasi usaha agar mumpuni.
Keempat, membuat aturan main internal induk koperasi maupun dengan anggotanya, yakni puskoppontren, sehingga tercipta nilai tambah modal sosial maupun ekonomis.
Sebagai induk, koperasi ini memiliki dua status sekaligus, yakni sebagai sekunder yang membawahi oleh sejumlah badan hukum koperasi, serta primer yang melakukan aktivitas bisnis.
Namun, induk koperasi berbeda dengan organisasi masyarakat yang memiliki jalur komando (mutlak), sehingga manajemennya tidak bisa instruktif tapi harus dibangun untuk saling menguatkan.
Setiap koperasi memiliki anggaran dasar maupun anggaran rumah. Kepentingan ekonomi yang sama dan kebutuhan sinergi adalah faktor paling signifikan yang mengikat kongsi antarkoperasi itu. "Inkopontren akan menjadi semacam trade center milik koperasi pondok pesantren," ujar Thonthowi. Apalagi, tidak sedikit kopontren yang mampu unjuk gigi.
KSP Sido Giri misalnya, kini memiliki 50 cabang, dengan aset Rp98 miliar. Koperasi yang lahir di salah satu pondok pesantren tertua di Jatim ini berkembang secara mandiri, tanpa bantuan modal pemerintah.
Sementara itu, di desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Ponpes yang dipimpin KH Fuad Affandi berhasil membangun Koppontren Al Ittifaq yang menghasilkan 3,5 ton per hari.
Hasil budi daya santri dan warga sekitarnya ini pun mampu menembuh sejumlah pasar modern, seperti Hero, Makro, Giant, Yogya, Matahari dan Superindo.
"Utusan koperasi ini ikut dalam rakernas. Mereka mempresentasikan success story agar pengalamannya bisa dibagi ke peserta lain," ujar Ketua Panitia Rakernas Inkopontren Marsudi.
Harapannya, koppontren lain akan termotivasi membangun diri dan melahirkan santri entrepreneur.
Menanti wirausahawan dari pesantren
Reviewed by marbun
on
10:49 PM
Rating:
Post a Comment